Kamis, 10 Maret 2011

KARTINI BUKAN "PEJUANG GENDER"



Tanggal 21 April adalah peringatan Hari Kartini yang dinobatkan sebagai pejuang emansipasi. Dia digambarkan sebagai sosok yang bersemangat memperjuangkan kaum perempuan agar mempunyai hak yang sama dan sejajar dengan kaum pria. Sembari terus mendorong perempuan Indonesia untuk menempati posisi-posisi yang biasanya didominasi oleh pria. Bagai gayung bersambut, kaum perempuan Indonesia pun bergegas mencari peluang karir setinggi-tingginya tanpa peduli harus mengorbankan keluarga maupun harga dirinya. Tapi, benarkah semua ini sejalan dengan perjuangan Kartini ?

Agaknya kesimpulan ini terlalu terburu-buru. Salah satu cara untuk mengenal Karitini lebih jauh adalah dengan membaca buku kumpulan surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda. Dalam bukunya tersebut tampak bahwa Kartini adalah sosok wanita yang berani menentang adat-istiadat yang kuat di lingkungannya. Dia menganggap setiap manusia sederajat sehingga tidak seharusnya adat-istiadat membedakan asal usul keturunannya. Memang, pada awalnya Kartini begitu mengagungkan kehidupan Liberal di Eropa yang tidak dibatasi oleh tradisi sebagaimana di Jawa. namun, setelah sedikit mengenal Islam, Kartini justru mengkritik peradaban masyarakat Eropa dan menyebutnya sebagai kehidupan yang tidak layak disebut sebagai peradaban.

Pemikiran Kartini berubah ketika telah mengenal Islam, yang tadinya menganggap Barat (Eropa) sebagai kiblat, kini menjadikan Islam sebagai landasan dalam pemikirannya.Semua itu terlihat dari surat-surat Kartini, salah satu suratnya ditujukan kepada Abendanon, 27 Oktober 1902 yang isinya: 'Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami. Apakah ibu sendiri menganggap masyarakat itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik sesuatu yang indah dalam masyarakat ibu terdapat hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?'.
Demikian juga surat Kartini kepada Ny. Van Kol. 21 Juli 1902 yang isinya: 'Moga-moga kami mendapat rahmat dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai'.

Setelah mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya dan mengkaji isi al-Qur'an, Kartini terinspirasi oleh firman Allah SWT. yang artinya: ...mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (TQS. Al-Baqarah [2] : 257) yang kini diistilahkan Armun Pane dalam tulisannya dengan "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Kartini memiliki cita-cita yang luhur, yaitu mengubah masyarakat, khususnya kaum perempuan yang tidak memperoleh hak pendidikan, juga untuk melepaskan diri dari hukum yang tidak adil dan paham-paham materialisme, untuk kemudian beralih kepada keadaan ketika kaum perempuan mendapatkan akses untuk mendapatkan hak dalam menjalankan kewajibannya. Ini terlihat sebagaimana tulisannya kepada Prof. Anton dan Nyonya pada Oktober 1902, yang isinya: 'Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan. Bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yaitu menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama'.

Tidak ada keinginan Kartini untuk mengejar persamaan hak dengan laki-laki dan meninggalkan perannya dalam rumah tangga. Bahkan ketika dia menikah dengan seorang duda yang memiliki banyak anak, Kartini sangat menikmati tugasnya sebagai istri dan ibu bagi anak-anak suaminya.

Beberapa surat Kartini di atas setidaknya menunjukkan bahwa Kartini berjuang dalam rangka mengubah keadaan perempuan pada saat itu agar bisa mendapatkan haknya, yaitu menuntut ilmu (pendidikan) dan pengajaran untuk kaum perempuan yang juga merupakan salah satu kewajiban dalam Islam, bukan berjuang menuntut kesetaraan (emansipasi) antara perempuan dan laki-laki sebagaimana yang diklaim oleh para pengusung ide feminis. Kini jelaslah, apa yang diperjuangkan oleh aktivis gender dengan mendorong perempuan meraih kebebasan dan meninggalkan rumah tangganya bukanlah perjuangan Kartini. Sejarah Kartini telah disalahgunakan sesuai dengan kepentingan para aktivis gender.

Kaum Muslim telah dijauhkan dari Islam dengan dalih kebebasan, keadilan dan kesetaraan gender. maka dari itu, kaum Muslimah harus segera bangkit dari tidurnya dan kembali pada Islam dengan menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu dan istri sekaligus menyadarkan Muslimah yang lain agar tidak tertipu dengan ide -ide gender yang sejatinya merendahkan martabat kaum perempuan, membahayakan generasinya, serta menjauhkannya dari agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar