Baru-baru ini, Majalah Islam Sabili No 21 TH XVII 13 Mei 2010/28 Jumadil Awal 1431 H, hal.50-57 menurunkan sebuah tulisan panjang lebar yang ditulis oleh Lutfi A Tamimi, dengan judul Menguak Hizb at-Tahrir. Tulisan ini tidak hanya menyesatkan umat Islam Indonesia, akan tetapi juga sarat dengan kebohongan, fitnah, dan tendensi-tendensi culas untuk menikam Gerakan Islam Hizbut Tahrir. Tidak hanya itu saja, tulisan ini juga mengesampingkan prinsip-prinsip syar'iy dan ilmiah yang dijunjung tinggi oleh kaum Mukmin yang berakal. Pasalnya, tulisan Lutfi A Tamimi banyak merujuk buku al-Mausu'ah al-Muyassarah fi al-Adyaan wa al-Madzaahib al-Mu'ashirah yang dikeluarkan oleh An Nadwah al-'Alaamiyah li asy-Syabaab al-Islaamiy (WAMY), dan tidak merujuk kepada sumber-sumber primer Hizbut Tahrir. Celakanya lagi, ia sama sekali tidak berusaha melakukan tabayyun (cross check) kepada Hizbut Tahrir. Padahal, buku keluaran WAMY itu juga tidak merujuk kepada sumber-sumbr primer Hizbut Tahrir, tetapi merujuk pada buku lain karya Shadiq Amin yang berjudul al-Da’wah al-Islamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah. Buku karya Shadiq Amin ini pun dipenuhi dengan fitnah dan kedustaan. Bahkan, berdasarkan pengakuan pengarangnya sendiri, buku tersebut ditulis karena tekanan pemerintah Yordania. Jika demikian kenyataannya, berarti Lutfiy A Tamimi telah membuat sebuah tulisan tidak dengan referensi primer maupun sekunder, akan tetapi berdasarkan referensi tersier. Lalu, bagaimana sebuah tulisan yang cacat secara referensial ini bisa dimuat dalam Majalah Sabili yang notabene majalah Islam?
Untuk itu, agar kaum Muslim Indonesia tidak tersesat oleh fitnah dan kedustaan buku yang dikeluarkan WAMY, kami akan mengurai secara terperinci point-point penting dalam buku tersebut, agar tersingkap mana yang benar dan mana yang bathil.
I. KEBOHONGAN DENGAN MENGATASNAMAKAN HIZBUT TAHRIR
a. Syaikh 'Abdul Qadim Zallum Menulis Buku Hakadza Hudimat al-Khilafah? (Majalah Sabili, hal. 52)
Dengan pembacaan yang teliti, siapa saja akan dengan mudah menyaksikan kebohongan demi kebohongan dalam tulisan Lutfi At-Tamimi. Pada halaman 52, dia menyatakan, "Dia ('Abdul Qadim Zallum) menulis buku Hakadza Hudimat al-Khilafah". Statement ini benar-benar menunjukkan betapa awamnya ia terhadap tokoh-tokoh Hizbut Tahrir, dan betapa mudahnya ia berbohong dan berdusta. Perlu diketahui, Syaikh 'Abdul Qadim Zallum rahimahullah tidak pernah mengarang Kitab dengan judul "Hakadza Hudimat al-Khilafah"; tetapi berjudul "Kaifa Hudimat al-Khilafah".
Dia juga menyatakan pada halaman 52, "Tokoh Hizbut Tahrir lainnya adalah Abdurrahman Al Maliki dari Suriah, salah satu tokoh dewan pimpinan partai dan penulis buku Al-Uqubat". Lagi-lagi Lutfiy berbohong. Pasalnya, 'Abdurrahman Al Maliki bukanlah tokoh dewan pimpinan partai dan penulis buku Al Uqubat. 'Abdurahman Al-Maliki sendiri tidak pernah mengarang buku yang berjudul Al Uqubat. Salah satu buku yang pernah beliau karang berjudul Nidzam al-'Uqubat, bukan Al-'Uqubat.
b. Hizbut Tahrir Menentukan Batas Perjuangannya 13 Tahun? (Majalah Sabili, hal. 54)
Lutfi A Tamimi kembali melakukan kebohongan dengan menyatakan, "Dalam garis perjuangannya, Hizb at-Tahrir menentukan batas waktu 13 tahun sejak didirikannya. Artinya, Hizb at-Tahrir sudah harus mencapai tampuk pemerintahan selambat-lambatnya 13 tahun. Kemudian batas waktu itu diperpanjang sampai tiga dasawarsa karena pertimbangan kondisi dan karena adanya tekanan yang bertubi-tubi." Statement ini tidak pernah diungkap dalam kitab-kitab mutabannat, nasyrah, ta'mim, maupun kutaib yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir. Dalam konteks penegakkan Khilafah dan pengangkatan seorang Khalifah, Hizbut Tahrir justru berpendapat bahwa tenggat waktu yang ditetapkan syariat adalah 3 hari 2 malam. Artinya, kaum Muslim dilarang tidak memiliki seorang Khalifah lebih dari 3 hari 2 malam. Ketentuan seperti ini ditetapkan berdasarkan ijma' para shahabat. Ketika Umar bin Khaththab ra tertikam, beliau memberi batas waktu 3 hari kepada dewan syura yang dipimpin oleh 'Abdurrahman bin 'Auf untuk mengangkat seorang khalifah. Umar juga berwasiat kepada dewan syura, jika lebih dari 3 hari mereka tidak bisa mengangkat seorang khalifah dari mereka, maka anggota yang menolak akan dibunuh. Untuk melaksanakan wasiat itu, Umar bin Khaththab memerintahkan 50 orang pemuda yang dipersenjatai dengan pedang".[Ajhizah Daulah al-Khilafah fi al-Hukm wa al-Idaarah, hal. 53]
c. Hizbut Tahrir Melalaikan Aspek Rohani? (Majalah Sabili, hal.54)
Belum selesai berdusta, Lutfi A Tamimi kembali berbohong dengan mengatasnamakan Hizbut Tahrir. Pada halaman 54, dia menulis, "Hizb at-Tahrir melalaikan aspek ruhani. Ruhani dipandang hanya sebagai ide. Hizb at-Tahrir berpendapat, di dalam diri manusia tidak ada gejolak ruhani dan kecerdasan jasadi. Di dalam diri manusia hanya ada kebutuhan dan insting yang harus dipenuhi....". Pernyataan semacam ini tidak pernah ditemukan dalam kitab-kitab mutabannat Hizbut Tahrir. Pandangan Hizbut Tahrir terhadap ruh, telah dijelaskan panjang lebar dalam Kitab Mafaahim Hizb al-Tahrir. Hizbut Tahrir berpandangan bahwa ruh itu memiliki makna ganda. Ruh bisa bermakna nyawa (sirrul hayah/rahasia hidup manusia) yang menghidupkan kesadaran dan organ manusia. Ruh juga bisa bermakna idrak shillah billah (kesadaran akan hubungan dengan Allah swt). Hizbut Tahrir juga mengenalkan istilah ruuhiyyah dan naahiyah ar-ruhiyyah. [Lebih jelasnya bisa dibaca Kitab Mafaahim Hizb al-Tahrir]
Selain berbohong, Lutfi juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan aspek rohani tersebut? Apakah rohani yang dipahami masyarakat awam (jiwa), atau keyakinan dan akhlaq? Jangan-jangan dia tidak memahami apa yang ditulisnya sendiri, hanya untuk membuat kedustaan atas nama Hizbut Tahrir.
Jika yang dimaksud aspek ruhani adalah kesadaran akan hubungan dengan Allah, bagaimana bisa dinyatakan Hizbut Tahrir mengabaikan aspek ruhani? Di dalam kitab-kitab pembinaannya, Hizbut Tahrir selalu menekankan kepada anggotanya untuk berpegang teguh dengan aqidah Islamiyyah, dan selalu menampilkan perilaku yang berakhlaqul karimah. Hizbut Tahrir mengeluarkan banyak kitab mutabannat yang menekankan kewajiban dan pentingnya terikat dengan ‘aqidah dan syariat Islam; misalnya Asy Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz 1, Kitab Nidzaam al-Islaam, Mafaahim Hizbut Tahrir, dan lain sebagainya. Bahkan, di tengah-tengah maraknya gerakan dan partai Islam bermusyarakah dengan pemerintahan sekuler dan berasyik masyuk dengan demokrasi, Hizbut Tahrir justru terbukti tetap istiqamah menjaga ‘aqidah dan ketaatannya kepada Allah swt, tidak bermusyarakah dengan pemerintahan kufur, dan tetap lantang menolak paham demokrasi-sekuler yang kufur. Tidak hanya itu saja, ketika partai-partai yang berlabel Islam berlomba-lomba merekrut orang-orang kafir menjadi anggotanya, Hizbut Tahrir tetap konsisten melarang orang kafir menjadi anggotanya. Lalu, bagaimana bisa dinyatakan bahwa Hizbut Tahrir abai dalam aspek ruhani?
d. Hizbut Tahrir Melarang Anggotanya Percaya Kepada Siksa Kubur dan Munculnya Dajjal (Majalah Sabili, hal; 54]
Pada halaman 54, Lutfi A Tamimi kembali mengulang-ulang kedustaannya dengan menyatakan, "Hizb at-Tahrir melarang anggotanya percaya kepada siksa kubur dan munculnya Dajjal. Menurut mereka, orang yang memercayainya dipandang sebagai pendosa.". Pernyataan ini merupakan kedustaan sekian kali yang dilakukan oleh Lutfiy A Tamimi. Pasalnya, tidak ada satu pun kitab, ta’mim, maupun nasyrah yang menyatakan hal itu. Dalam masalah-masalah ‘aqidah, pandangan Hizbut Tahrir sejalan dengan pandangan para ulama dari kalangan shahabat, tabi’un, tabi’ut tabi’iin, dan ulama-ulama mu’tabar lainnya, yakni, ‘aqidah harus dibangun di atas dalil qath’iy, baik tsubut maupun dilalahnya. Dalil yang memenuhi syarat ini adalah al-Quran dan hadits mutawatir yang dilalahnya qath’iy. Sedangkan hadits ahad, Hizbut Tahrir –seperti halnya pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan shahabat dan ulama salafush shalih— berpandangan bahwa hadits ahad wajib diamalkan (wujubul ‘amal), dan tidak menghasilkan keyakinan (al-‘ilm), alias hanya menghasilkan dzann belaka. Apa yang dipegang oleh Hizbut Tahrir sama persis seperti yang dijelaskan oleh Imam Nawawiy dalam Muqaddimah Syarah Shahih Muslim:
وَأَمَّا خَبَر الْوَاحِد : فَهُوَ مَا لَمْ يُوجَد فِيهِ شُرُوطُ الْمُتَوَاتِرِ سَوَاء كَانَ الرَّاوِي لَهُ وَاحِدًا أَوْ أَكْثَرَ . وَاخْتُلِفَ فِي حُكْمِهِ ؛ فَاَلَّذِي عَلَيْهِ جَمَاهِير الْمُسْلِمِينَ مِنْ الصَّحَابَة وَالتَّابِعِينَ ، فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ الْمُحَدِّثِينَ وَالْفُقَهَاءِ وَأَصْحَابِ الْأُصُولِ : أَنَّ خَبَر الْوَاحِد الثِّقَةِ حُجَّةٌ مِنْ حُجَجِ الشَّرْعِ يَلْزَمُ الْعَمَلُ بِهَا ، وَيُفِيدُ الظَّنَّ وَلَا يُفِيدُ الْعِلْمَ ، وَأَنَّ وُجُوب الْعَمَل بِهِ عَرَفْنَاهُ بِالشَّرْعِ لَا بِالْعَقْلِ... وَذَهَبَ بَعْضُ الْمُحَدِّثِينَ إِلَى أَنَّ الْآحَادَ الَّتِي فِي صَحِيح الْبُخَارِيّ أَوْ صَحِيح مُسْلِم تُفِيدُ الْعِلْمَ دُونَ غَيْرِهَا مِنْ الْآحَاد . وَقَدْ قَدَّمْنَا هَذَا الْقَوْل وَإِبْطَاله فِي الْفُصُول وَهَذِهِ الْأَقَاوِيل كُلّهَا سِوَى قَوْلِ الْجُمْهُور بَاطِلَةٌ ، وَإِبْطَالُ مَنْ قَالَ لَا حُجَّةَ فِيهِ ظَاهِرٌ ْ .. وَأَمَّا مَنْ قَالَ يُوجِبُ الْعِلْمَ : فَهُوَ مُكَابِرٌ لِلْحَسَنِ . وَكَيْفَ يَحْصُلُ الْعِلْمُ وَاحْتِمَالُ الْغَلَطِ وَالْوَهْمِ وَالْكَذِبِ وَغَيْرِ ذَلِكَ ، مُتَطَرِّقٌ إِلَيْهِ ؟ وَاَللَّه أَعْلَمُ .
"Adapun khabar ahad, ia adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, sama saja apakah karena perawinya satu atau lebih. Masih diperselisihkan hukum hadits ahad. Pendapat yang dipegang oleh mayoritas kaum Muslim dari kalangan shahabat dan tabi'iin, dan kalangan ahli hadits, fukaha, dan ulama ushul yang dating setelah para shahabat dan tabi'un adalah: khabar ahad (hadits ahad) yang tsiqqah adalah hujjah syar'iy yang wajib diamalkan, dan khabar ahad hanya menghasilkan dzann, tidak menghasilkan ilmu (keyakinan). Wajibnya mengamalkan hadits ahad, kita ketahui berdasarkan syariat, bukan karena akal....Sebagian ahli hadits berpendapat bahwa hadits-hadits ahad yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Muslim menghasilkan ilmu (keyakinan), berbeda dengan hadits-hadits ahad lainnya. Pada penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan kesalahan pendapat ini secara rinci. Semua pendapat selain pendapat jumhur adalah bathil. Kebathilan orang yang berpendapat tanpa hujjah dalam masalah ini telah tampak jelas....Adapun orang yang berpendapat bahwa hadits ahad menghasilkan keyakinan, sesungguhnya orang itu terlalu berbaik sangka. Bagaimana bisa dinyatakan hadits ahad menghasilkan keyakinan (ilmu), sedangkan hadits ahad masih mungkin mengandung ghalath, wahm, dan kadzb? Wallahu a'lam bish shawab". [Imam An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim]
Hizbut Tahrir tidak pernah menolak hadits ahad yang shahih, baik yang berkaitan dengan syariat (amal) maupun keyakinan (‘aqidah). Hadits ahad yang berbicara masalah amal (syariat) waijib diamalkan. Sedangkan hadits ahad yang berbicara tentang keyakinan atau ‘aqidah, maka cukup dibenarkan (tashdiq). Sebab, hadits ahad itu tidak menghasilkan keyakinan (tashdiq al-jaazim), akan tetapi dzann belaka (tashdiq).
Berkenaan dengan siksa kubur, Hizbut Tahrir tidak pernah menyinggung masalah ini secara terperinci di dalam kitab-kitab mutabannat. Hizbut Tahrir juga tidak pernah mengeluarkan instruksi kepada anggotanya untuk tidak memercayai siksa kubur dan kemunculan Dajjal. Yang benar, Hizbut Tahrir meminta kepada anggotanya untuk menerima semua hadits shahih dan melarang anggota mengingkari atau menolak hadits-hadits shahih (baik mutawatir maupun ahad).
e. Tokoh-Tokoh Hizbut Tahrir Mengabaikan Amar Ma'ruf Nahi 'Anil Mungkar?
Lutfi al-Kadzdzab kembali mengulang-ulang kebohongannya dengan menyatakan, "Tokoh-tokoh Hizb al-Tahrir memandang tidak perlu adanya usaha amar ma'ruf dan nahi munkar. Menurut mereka, usaha tersebut pada saat ini merupakan salah satu kendala tahapan pergerakan. Sebab, kewajiban amar makruf nahi munkar merupakah salah satu tugas negara Islam jika telah berdiri".
Sekali lagi, ini adalah kebohongan yang dilakukan oleh Lutfi A Tamimi. Pasalnya, tidak ada satupun statemen --baik yang dinyatakan dalam buku mutabannat, nasyrah, kutaib, ta'mim, maupun komentar-komentar lisan dari tokoh-tokoh Hizbut Tahrir-- yang menyatakan bahwa anggota Hizbut Tahrir harus mengabaikan atau melalaikan aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Di dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi at-Taghyiir disebutkan dengan sangat jelas sebagai berikut:
"Amar makruf nahi munkar termasuk perkara yang diwajibkan Allah swt atas kaum Muslim. Sebab, Allah swt berfirman, "Wal takun minkum ummah yad'uuna ila al-khair wa ya'muruuna bi al-ma'ruf wa yanhauna 'an al-mungkar". [QS. Ali Imron (3):104]
Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi kaum Muslim dalam setiap kondisi. Sama saja apakah Daulah Khilafah telah berdiri maupun belum. Sama saja apakah hukum Islam sudah diterapkan di pemerintahan dan masyarakat, atau belum.
Amar makruf nahi mungkar telah ada di masa Rasululla saw dan khulafaur rasyidin, dan orang-orang setelah mereka. Amar makruf nahi mungkar tetaplah fardlu bagi kaum Muslim hingga akhir jaman.
Akan tetapi, amar makruf nahi 'anil mungkar bukanlah thariqah untuk menegakkan khilafah dan mengembalikan Islam dalam kehidupan negara dan masyarakat, walaupun ia merupakan bagian dari aktivitas "melangsungkan kehidupan Islam" karena di dalamnya ada aktivitas mengoreksi penguasa, yakni menyeru penguasa untuk mengerjakan yang makruf dan meninggalkan yang mungkar. Akan tetapi, aktivitas melangsungkan kehidupan Islam berbeda dengan amar makruf nahi 'anil mungkar....".[Manhaj Hizbut Tahrir fi al-Taghyiir, hal. 8]
Dari uraian yang tersebut dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi al-Taghyiir jelaslah, bahwa tidak ada satupun statement dari Hizbut Tahrir yang menunjukkan pengabaian dirinya terhadap aktivitas amar ma'ruf nahi 'anil mungkar. Realitas perjuangan Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia justru menunjukkan kenyataan sebaliknya. Di berbagai negara, banyak syabab Hizbut Tahrir ditangkap, dibunuh, dan diintimidasi oleh para penguasa dzalim dan fasiq, karena keberanian mereka dalam mengoreksi penguasa dan menyingkap persekongkolan jahat dengan negara-negara kafir imperialis.
Lutfi A Tamimi juga menyebutkan peristiwa penangkapan, penyiksaan, serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi syabab Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia akibat keberanian para syabab Hizbut Tahrir dalam menegakkan amar makruf nahi 'anil mungkar. [Lihat statement Lutfi saat menjelaskan sepak terjang Syabab Hizbut Tahrir di Banglades [Majalah Sabili, hal. 57] Lalu, bagaimana dia bisa menyatakan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir mengabaikan amar makruf nahi 'anil mungkar?
f. Cita-cita Utama Hizbut Tahrir Adalah Merebut Kekuasaan?
Pada halaman 55, Lutfi A Tamimi menyatakan, "..Tergambar bahwa cita-cita utama Hizb at-Tahrir adalah merebut kekuasaan". Ungkapan adalah kebohongan Lutfi A Tamimi untuk yang ke sekian kali. Cita-cita utama Hizbut Tahrir sebagaimana disebut dalam Kitab Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:
"Tujuan Hizbut Tahrir. Yaitu, melangsungkan kembali kehidupan Islam, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia". Tujuan ini bermakna mengembalikan kaum Muslim kepada kehidupan Islamiy di dalam Daarul Islam dan masyarakat Islam. Dimana, seluruh urusan kehidupan di dalam masyarakat berjalan sesuai dengan hukum-hukum, dan sudut pandang masyarakat adalah halal dan haram di bawah naungan Daulah Islamiyyah, yakni Daulah Khilafah' di mana di dalamnya kaum Muslim mengangkat seorang Khalifah yang dibaiat atas dasar pendengaran dan ketataan, untuk berhukum dengan Kitabullah dan sunnah RasulNya, dan untuk mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad".[Hizbut Tahrir, hal.6]
g. Hizbut Tahrir Membolehkan Orang Kafir Menjadi Anggotanya (Majalah Sabili, hal. 55]
Pada halaman 55, Lutfi A Tamimi menyatakan, "Orang kafir diperbolehkan menjadi anggota Hizb at-Tahrir". Pernyataan di atas adalah dusta yang nyata. Pasalnya, Hizbut Tahrir sejak didirikan pada tahun 1953 tidak pernah mengubah pendiriannya. Sejak berdirinya, Hizbut Tahrir melarang orang-orang kafir menjadi anggota Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir hanya beranggotan kaum Muslim saja. Di dalam Kitab Ta'rif (Mengenal Hizbut Tahrir (terj)) dalam bab Keanggotaan Hizbut Tahrir, " Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum muslimin dan menyerukan kepada ummat untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturannya, tanpa memandang lagi ras-ras kebangsaan; warna kulit maupun madzhab-madzhab mereka..."[Mengenal Hizbut Tahrir, Dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, hal.27, 2008, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor]
Pendapat Hizbut Tahrir di atas disandarkan pada firman Allah swt;
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. [TQS Ali Imron (3):104]
Imam Ibnu Katsir menyatakan;
والمقصود من هذه الآية أن تكون فرْقَة من الأمَّة متصدية لهذا الشأن، وإن كان ذلك واجبا على كل فرد من الأمة بحسبه، كما ثبت في صحيح مسلم عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ". وفي رواية: "وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ"
“Maksud ayat ini adalah, hendaknya ada kelompok (firqah) dari umat ini (umat Islam) yang siap sedia menjalankan tugas tersebut (dakwah menuju Islam dan amar makruf nahi ‘anil mungkar), walaupun (dakwah menuju Islam dan amar makruf nahi ‘anil mungkar) juga kewajiban setiap individu umat ini; sebagaimana telah ditetapkan di dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “
"مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ". وفي رواية: "وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ" .
“Siapa saja diantara kalian yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya ia ubah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu (mengubah dengan tangan) hendaknya dengan lisannya. Dan jika ia tidak mampu (mengubah dengan lisannya), hendaknya dengan hatinya”. Di dalam riwayat lain dituturkan, ”Setelah itu tidak ada keimanan seberat biji gandum pun”.[HR. Imam Muslim dari Abu Musa al-Asy’ariy]
Di dalam Tafsir al-Thabariy disebutkan, ”Abu Ja’far menyatakan, ”..yakni adanya jamaa’ah (kelompok) yang menyeru manusia menuju kebaikan, yakni Islam dan syariat Islam yang telah disyariatkan Allah atas hambaNya; dan melakukan amar ma’ruf nahi ’anil mungkar; yakni memerintahkan manusia untuk mengikuti Nabi Mohammad saw, dan agamanya yang berasal dari sisi Allah swt; dan mencegah kemungkaran; yakni mereka mencegah dari ingkar kepada Allah, serta (mencegah) mendustakan Nabi Mohammad saw dan ajaran yang dibawanya dari sisi Allah....”
Imam Ali Al-Shabuniy menyatakan, ”Maksudnya, hendaknya dirikanlah kelompok (thaaifah) dari kalian (umat Islam) untuk berdakwah menuju Allah, dan untuk mengajak kepada setiap kebajikan dan mencegah dari setiap kemungkaran”.
Ayat di atas menunjukkan dengan sangat jelas bahwa, Allah swt telah memerintahkan kaum Muslim untuk mendirikan jama’ah, thaifah, hizb, atau kelompok dari kalangan kaum Muslim yang bertugas menyeru kepada Islam dan melakukan amar makruf nahi ’anil mungkar. Frase ”minkum” pada ayat di atas merujuk kepada kaum Muslim, bukan merujuk kepada non Muslim. Semua ini menunjukkan bahwa ”jama’ah” tersebut harus beranggotakan orang-orang Muslim, bukan orang-orang kafir. Selain itu, frase "wa ulaaika humul muflihuun" (mereka adalah orang-orang yang beruntung), semakin menyakinkan bahwa gerakan Islam tidak boleh beranggotakan orang kafir. Pasalnya, orang kafir tidak berhak mendapat gelar "muflihuun".
h. Hizbut Tahrir Membolehkan Kaum Muslim Mencium Wanita Asing [Majalah Sabili, hal.55]
Di halaman 55, Lutfi A Tamimi menyatakan, "Boleh berciuman dengan wanita asing (bukan isteri), baik disertai nafsu atau tidak". Statement di atas jelas-jelas kebohongan yang ditikamkan kepada Hizbut Tahrir. Pasalnya, Hizbut Tahrir mengharamkan kaum Muslim mencium wanita ajnabiyyah, atau pun sebaliknya. Keharaman mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya, disebutkan dengan jelas dalam Kitab al-Nidzaam al-Ijtimaa’iy fi al-Islaam, ed.IV (Mu'tamadah), hal.53:
وهذا بخلاف القبلة, فقبلة الرجل لامرأة أجنبية يريدها, فقبلة المرأة لرجل أجنبي تريدها هي قبلة محرمة, لانها من مقدمات الزنا, ومن شأن مثل هذه القبلة أن تكون من مقدمات الزنا عادة, ولو كانت من غير شهوة, و لو لم يصل إلى الزنا,
“Ini berbeda dengan ciuman, ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan. Sebab ciuman semacam ini termasuk pembukaan dari zina. Pasalnya, ciuman pada umumnya adalah pembukaan menuju aktivitas zina, meskipun dilakukan tanpa syahwat atau tidak mengantarkan kepada zina".
i. Hizbut Tahrir Melarang Anggotanya Percaya Kepada Siksa Kubur dan Munculnya Dajjal (Majalah Sabili, hal; 54]
Pada halaman 54, Lutfi A Tamimi mengatakan, "Hizb at-Tahrir melarang anggotanya percaya kepada siksa kubur dan munculnya Dajjal". Pernyataan ini merupakan kedustaan sekian kali yang dilakukan oleh Lutfiy A Tamimi. Pasalnya, tidak ada satu pun kitab, ta’mim, maupun nasyrah yang menyatakan hal itu. Dalam masalah-masalah ‘aqidah, pandangan Hizbut Tahrir sejalan dengan pandangan para ulama dari kalangan shahabat, tabi’un, tabi’ut tabi’iin, dan ulama-ulama mu’tabar lainnya, yakni, ‘aqidah harus dibangun di atas dalil qath’iy, baik tsubut maupun dilalahnya. Dalil yang memenuhi syarat ini adalah al-Quran dan hadits mutawatir yang dilalahnya qath’iy. Sedangkan hadits ahad, Hizbut Tahrir –seperti halnya pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan shahabat dan ulama salafush shalih— berpandangan bahwa hadits ahad wajib diamalkan (wujubul ‘amal), dan tidak menghasilkan keyakinan (al-‘ilm), alias hanya menghasilkan dzann belaka. Apa yang dipegang oleh Hizbut Tahrir sama persis seperti yang dijelaskan oleh Imam Nawawiy dalam Muqaddimah Syarah Shahih Muslim:
وَأَمَّا خَبَر الْوَاحِد : فَهُوَ مَا لَمْ يُوجَد فِيهِ شُرُوطُ الْمُتَوَاتِرِ سَوَاء كَانَ الرَّاوِي لَهُ وَاحِدًا أَوْ أَكْثَرَ . وَاخْتُلِفَ فِي حُكْمِهِ ؛ فَاَلَّذِي عَلَيْهِ جَمَاهِير الْمُسْلِمِينَ مِنْ الصَّحَابَة وَالتَّابِعِينَ ، فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ الْمُحَدِّثِينَ وَالْفُقَهَاءِ وَأَصْحَابِ الْأُصُولِ : أَنَّ خَبَر الْوَاحِد الثِّقَةِ حُجَّةٌ مِنْ حُجَجِ الشَّرْعِ يَلْزَمُ الْعَمَلُ بِهَا ، وَيُفِيدُ الظَّنَّ وَلَا يُفِيدُ الْعِلْمَ ، وَأَنَّ وُجُوب الْعَمَل بِهِ عَرَفْنَاهُ بِالشَّرْعِ لَا بِالْعَقْلِ... وَذَهَبَ بَعْضُ الْمُحَدِّثِينَ إِلَى أَنَّ الْآحَادَ الَّتِي فِي صَحِيح الْبُخَارِيّ أَوْ صَحِيح مُسْلِم تُفِيدُ الْعِلْمَ دُونَ غَيْرِهَا مِنْ الْآحَاد . وَقَدْ قَدَّمْنَا هَذَا الْقَوْل وَإِبْطَاله فِي الْفُصُول وَهَذِهِ الْأَقَاوِيل كُلّهَا سِوَى قَوْلِ الْجُمْهُور بَاطِلَةٌ ، وَإِبْطَالُ مَنْ قَالَ لَا حُجَّةَ فِيهِ ظَاهِرٌ ْ .. وَأَمَّا مَنْ قَالَ يُوجِبُ الْعِلْمَ : فَهُوَ مُكَابِرٌ لِلْحَسَنِ . وَكَيْفَ يَحْصُلُ الْعِلْمُ وَاحْتِمَالُ الْغَلَطِ وَالْوَهْمِ وَالْكَذِبِ وَغَيْرِ ذَلِكَ ، مُتَطَرِّقٌ إِلَيْهِ ؟ وَاَللَّه أَعْلَمُ .
"Adapun khabar ahad, ia adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, sama saja apakah karena perawinya satu atau lebih. Masih diperselisihkan hukum hadits ahad. Pendapat yang dipegang oleh mayoritas kaum Muslim dari kalangan shahabat dan tabi'iin, dan kalangan ahli hadits, fukaha, dan ulama ushul yang dating setelah para shahabat dan tabi'un adalah: khabar ahad (hadits ahad) yang tsiqqah adalah hujjah syar'iy yang wajib diamalkan, dan khabar ahad hanya menghasilkan dzann, tidak menghasilkan ilmu (keyakinan). Wajibnya mengamalkan hadits ahad, kita ketahui berdasarkan syariat, bukan karena akal....Sebagian ahli hadits berpendapat bahwa hadits-hadits ahad yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Muslim menghasilkan ilmu (keyakinan), berbeda dengan hadits-hadits ahad lainnya. Pada penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan kesalahan pendapat ini secara rinci. Semua pendapat selain pendapat jumhur adalah bathil. Kebathilan orang yang berpendapat tanpa hujjah dalam masalah ini telah tampak jelas....Adapun orang yang berpendapat bahwa hadits ahad menghasilkan keyakinan, sesungguhnya orang itu terlalu berbaik sangka. Bagaimana bisa dinyatakan hadits ahad menghasilkan keyakinan (ilmu), sedangkan hadits ahad masih mungkin mengandung ghalath, wahm, dan kadzb? Wallahu a'lam bish shawab". [Imam An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim]
Hizbut Tahrir tidak pernah menolak hadits ahad yang shahih, baik yang berkaitan dengan syariat (amal) maupun keyakinan (‘aqidah). Hadits ahad yang berbicara masalah amal (syariat) waijib diamalkan. Sedangkan hadits ahad yang berbicara tentang keyakinan atau ‘aqidah, maka cukup dibenarkan (tashdiq). Sebab, hadits ahad itu tidak menghasilkan keyakinan (tashdiq al-jaazim), akan tetapi dzann belaka (tashdiq).
j. Hizbut Tahrir Membolehkan Anggotanya Memandang Gambar-gambar Porno (Majalah Sabili, hal.55)
Pada halaman 55, Lutfi A Tamimi menyatakan (mengutip buku keluaran WAMY), "Boleh memandang gambar-gambar porno". Statement ini merupakan kebohongan dia yang ke sekian kali. Pasalnya, statement seperti ini tidak pernah tercantum dalam kitab-kitab mutabannat, nasyrah, ta'mim, qarar, maupun kutaib. Lalu, dari mana dia bisa menyatakan bahwa Hizbut Tahrir membolehkan anggotanya melihat gambar porno? Selain itu, Al-Aalim al-'Allam Syaikh Atha' Abu Rusytah, Ami Hizb ke 3, dalam tulisannya telah mengharamkan kaum Muslim melihat gambar porno. Pasalnya, melihat gambar porno adalah wasilah menuju tindak keharaman. [Lihat Website Hizbut Tahrir Pusat].
Inilah fakta-fakta yang menunjukkan kebohongan Lutfi A Tamimi dan Majalah Sabili. Sebenarnya, kebohongan-kebohongan Lutfi A Tamimi dan Majalah Sabili tidak hanya berjumlah 10, akan tetapi lebih itu. Namun, cukuplah 10 kebohongan bagi kita untuk menolak apa yang ditulis oleh Lutfi A Tamimi. Pasalnya, berita atau riwayat pembohong wajib untuk ditolak!
II. KETIDAKJUJURAN SABILI
Pada dasarnya, tulisan berjudul "Menguak Hizb at-Tahrir" adalah refleksi ketidakjujuran Majalah Sabili dalam menyampaikan informasi kepada kaum Muslim. Tidak hanya itu saja, dimuatnya tulisan "Menguak Hizb at-Tahrir", juga menunjukkan bahwa Majalah Sabili telah mengabaikan prinsip syariat dan ilmiah yang dijunjung tinggi oleh kaum Muslim. Pasalnya, artikel panjang yang ditulis oleh Lutfi A Tamimi hanya merujuk kepada buku berjudul al-Mausu'ah al-muyassarah fi al-Adyaan wa al-Madzaahib al-Mu'ashirah yang dikeluarkan oleh An Nadwah al-'Alaamiyah li asy-Syabaab al-Islaamiy (WAMY), dan sama sekali tidak merujuk kepada sumber-sumber primer Hizbut Tahrir. Padahal, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, buku al-Mausu'ah al-muyassarah fi al-Adyaan wa al-Madzaahib al-Mu'ashirah juga tidak merujuk kepada sumber-sumber primer Hizbut Tahrir, akan tetapi merujuk kepada buku karya Shadiq Amin yang berjudul al-Da’wah al-Islaamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah. Buku karya Shadiq Amin ini pun juga tidak merujuk kepada sumber primer Hizbut Tahrir, sehingga tidak layak dijadikan sebagai referensi untuk memahami jatidiri Hizbut Tahrir. Bahkan, buku tersebut dipenuhi kedustaan dan kebohongan dengan mengatasnamakan Hizbut Tahrir. Jika referensi utama buku terbitan WAMY, yakni buku al-Da’wah al-Islaamiyyah Faridlah Syar’iyyah wa Dlarurah Basyariyyah karya Shadiq Amin cacat secara ilmiah, lebih-lebih lagi tulisan-tulisan yang merujuk kepadanya.
Tidak hanya menyebarkan kebohongan dan kedustaan saja, Majalah Sabili bahkan berusaha menutup-menutupi kebohongannya dengan memuat wawancara dengan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Al-Faadlil Ust. Ismail Yusanto, yang telah mereka ubah (edit). Misalnya, dalam wawancara itu ditulis, "Apa pendapat Anda tentang buku Gerakan Pemikiran Keagamaan terbitan WAMY? Lalu jawaban al-Faadlil Ust Ismail Yusanto ditulis, "Sebenarnya bagus untuk pengetahuan masyarakat umum. Hanya sekarang ini banyak sekali buku-buku tentang pergerakan Islam yang tidak sesuai dengan pergerakan yang sesungguhnya. Mereka tidak melakukan tabayun dan konfirmasi pada pihak yang bersangkutan..". Jawaban ini ditulis sedemikian rupa oleh Majalah Sabili untuk mengesankan bahwa buku terbitan WAMY itu bagus dan layak dibaca oleh masyarakat umum. Padahal, Al Faadlil Ust. Ismail Yusanto tidak pernah menyatakan seperti itu, bahkan, beliau sama sekali tidak pernah menyatakan bahwa buku terbitan WAMY itu bagus dan layak dibaca oleh masyarakat umum. Pasalnya, beliau sendiri juga memahami bahwa buku WAMY itu adalah buku yang dipenuhi dengan kebohongan dan fitnah. Jika tidak untuk menutupi kebohongan dan niat jahat mereka, mengapa Majalah Sabili menulis perkataan Jubir HTI seperti itu?
III. IKHTILAF YANG DIKESANKAN SEBUAH KESESATAN
Tidak cukup hanya berdusta dan berbohong saja, Majalah Sabili juga mengangkat pendapat-pendapat Hizbut Tahrir yang dikesankan sebagai pendapat sesat dan menyimpang. Padahal, pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat Islamiy yang sebenarnya masih dijadikan perdebatan oleh ulama-ulama mu'tabar. Anehnya, pendapat-pendapat tersebut dikesankan sebagai pendapat aneh dan menyimpang dari Islam.
Pada hal 56 Majalah Sabili, misalnya, disebutkan,"Seorang laki-laki dan perempuan yang menikah dengan salah seorang muhrimnya harus dipenjara selama 10 tahun". Statement ini berasal dari kitab Kitab Nidzam al-'Uquubat karya Dr. Abdurrahman Al Maliki, namun, redaksinya tidak lengkap. Yang disebutkan di dalam kitab Nidzam al-‘Uqubat adalah sebagai berikut, “Siapapun yang menikah (bukan berzina) dengan salah seorang mahram yang abadi, seperti ibu dan saudara perempuan, dipenjara 10 tahun.”
Dr ‘Abdurrahman al-Malikiy berpendapat bahwa orang yang menikahi mahram abadinya tidak boleh dikenai had zina, sebab masih ada syubhat akad yang menghalalkan farji seseorang, meskipun akad nikah itu fasid. Pendapat seperti ini juga dipegang oleh ulama Hanafiyyah. ‘Abdul Qadir al-Audah dalam kitabnya (al-Tasyrii’ al-Janaaiy al-Islaamiy, juz II, hal. 363), menyatakan“,Akan tetapi Abu Hanifah sendiri berpendapat, orang yang menikahi ibunya, anak perempuannya, bibi, (mahram abadi), kemudian menyetubuhinya, maka untuk kasus ini tidak dikenai had zina, meskipun mereka mengaku mengetahui hal itu adalah tindakan haram. Untuk kasus semacam ini cukup dikenai hukuman ta’zir. “ Ia melanjutkan, “Imam Abu Hanifah tidak menjatuhkan had untuk kasus semacam ini karena ada syubhat.” Atas dasar itu, pendapat Dr. ‘Abdurrahman al-Malikiy bukanlah pendapat yang menyimpang. Bahkan pendapat ini merupakan pendapat tangguh yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah.
Perlu diketahui juga bahwa Kitab Nidzam al-'Uqubat karya Dr. Abdurrahman Al Baghdadiy bukanlah Kitab Mutabannat, sehingga tidak bisa mewakili pendapat Hizbut Tahrir dalam masalah ini.
Di halaman 56 juga dinyatakan bahwa Hizbut Tahrir berpandangan bahwa negara Islam diperbolehkan menyerahkan jizyah (upeti) kepada negara kafir. Redaksi lengkapnya adalah, "Negara Islam diperbolehkan membayar jizyah (upeti) kepada negara kafir". Seperti halnya kasus menikah dengan mahram abadi, statemen ini juga tidak lengkap. Yang benar, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa dalam keadaan darurat Daulah Islam boleh meminta damai dengan kaum kafir dengan menyerahkan sejumlah harta kepada mereka. Pendapat ini juga dikesankan seolah-olah menyimpang dari Islam. Padahal, para fukaha empat madzhab telah membahas masalah ini dalam kitab-kitab mereka, dan mayoritas mereka membolehkan menyerahkan harta kepada negara kafir dalam keadaan darurat.
Di dalam Kitab Badaai' ash Shanaai' (Kitab Fikih Madzhab Hanafi) disebutkan:
وَلَا بَأْسَ أَنْ يَطْلُبَ الْمُسْلِمُونَ الصُّلْحَ مِنْ الْكَفَرَةِ وَيُعْطُوا عَلَى ذَلِكَ مَالًا إذَا اُضْطُرُّوا إلَيْهِ ؛ لِقَوْلِهِ - سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى - { وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا }
"Tidak mengapa kaum Muslim meminta perjanjian damai dari orang kafir yang untuk itu, kaum Muslim harus menyerahkan sejumlah harta, jika keadaannya darurat", berdasarkan firman "Wa in janahuu lis salmi fajnah lahaa". [Badaai' ash Shanaai' fi Tartiib Asy-Syaraai', juz 15, hal. 316]
Di dalam Kitab Qawaaniin al-Ahkaam asy-Syar'iyyah (Kitab Fikih Madzhab Malikiy) disebutkan:
أن من شروط جواز الصلح مع الكفار _خلوه عن شروط فاسد, و مثلوا للشروط الفاسد, بنحو: بذل مال لهم فى غير خوف. و يجوز مع الخوف
"Sesungguhnya, di antara syarat bolehnya melakukan perjanjian damai dengan orang-orang kafir –adalah kosong dari syarat-syarat fasid, dan mereka mencontohkan syarat-syarat fasid ini, adalah menyerahkan harta kepada mereka tidak dalam keadaan takut (darurat). Dan boleh menyerahkan harta jika dalam keadaan takut".[Qawaaniin Al-Ahkaam Asy-Syar'iyyah, hal. 175]
Pendapat senada juga dikemukakan ulama kalangan Madzhab Syafi'iy dan Hanbaliy. Lalu, mengapa Majalah Sabili mengesankan bahwa pendapat itu adalah pendapat sesat dan menyimpang dari Islam? Sedangkan realitasnya, pendapat ini adalah pendapat para fukaha mu'tabar?
KHATIMAH
Demikianlah, kami telah menjelaskan kebohongan-kebohongan dan upaya-upaya penyesatan yang terdapat dalam artikel "Menguak Hizb at-Tahrir yang dimuat dalam Majalah Sabili, No 21 TH XVII 13 Mei 2010/28 Jumadil Awal 1431 H, hal.50-57.
Semoga risalah ini mampu menyingkap mana yang benar dan mana yang bathil, sekaligus mengembalikan pihak-pihak yang memfitnah maupun yang terfitnah oleh tulisan Lutfi A Tamimi untuk kembali kepada pangkuan kebenaran dan cahaya persaudaraan karena Allah.
Umat Islam juga wajib berhati-hati terhadap majalah-majalah yang digunakan sebagai alat untuk memecah belah dan menyebarkan fitnah di kalangan kaum Muslim. Tidak hanya itu saja, kaum Muslim haram membuat, membeli, menjualkan, atau menyebarkan Majalah yang dipenuhi kebohongan, fitnah, dan tendensi culas. Wallahu al-Musta’an wa huwa Waliyu at-Taufiq. [SR]