Senin, 12 Desember 2011

DALIL-DALIL TENTANG WAJIBNYA MENEGAKKAN KHILAFAH

Oleh: Ust. Badrul Munir

       Pasca runtuhnya khilafah pada tahun 1924, praktis umat Islam tidak lagi mempunyai kekuatan politik yang dapat diperhitungkan. Ironisnya lagi, generasi umat Islam tidak mengenal lagi sistem khilafah. Mereka tidak paham bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan unik yang tidak dapat disamakan dengan sistem pemerintahan ala barat seperti republik maupun ala konvensional seperti kerajaan dan kekaisaran. Generasi umat Islam mengalami disorientasi politik karena mereka membebek umat yang lain dalam masalah ini seakan-akan ajaran Islam minus konsep pemerintahan dan kenegaraan. Tepat sekali jika mereka disebut sebagai “the lost generation” . untuk menampilkan kembali bahwa sistem khilafah adalah bagian dari ajaran agama mulia ini, tulisan ini mencoba untuk menyingkap tabir yang menghalangi pandangan jernih generasi umat ini dengan lebih fokus pada dalil-dalil yang mewajibkannya.


Rasulullah SAW mengemban dua tugas besar. Yaitu sebagai penyampai risalah dan pengarah manusia agar selalu berjalan di atas kebaikan dan terhindar dari kejahatan. Tugas pertama telah beliau tuntaskan sebelum wafatnya dengan jaminan sempurnanya agama Islam dari Allah SWT.  Sedangkan tugas yang kedua adalah tugas yang diembankan kepada kaum muslimin untuk melanjutkannya sepeninggal beliau dengan mengangkat para khalifah pengganti beliau. Inilah Khilafah.1)

Untuk lebih jelasnya mari kita lihat beberapa fakta berikut:
1)      Pengkajian yang cermat terhadap siroh nabawiyyah dan proses pengangkatan para khalifah sepeninggal beliau menunjukkan bahwa khilafah merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Lihatlah bagaimana para shahabat lebih memilih berkumpul di Tsaqifah Bani Sa’idah untuk memilih khalifah pengganti Rasulullah SAW daripada mengurus jenazah beliau. Kenyataannya, jenazah Rasulullah SAW belum dikebumikan hingga terpilihnya khalifah Abu bakar Ash shiddiq. Dan proses ini memakan waktu dua hari tiga malam, sebuah waktu yang cukup lama untuk membiarkan sebuah jenazah. Tentu kita paham bahwa para shahabat adalah orang-orang yang suci dan generasi terbaik ummat ini. Dan tidak ada yang menyangkal bahwa mereka lebih memahami hukum Islam daripada generasi berikutnya. Nah, jika mereka lebih memilih berkumpul di Tsaqifah Bani Sa’idah, padahal mereka tahu bahwu hukum mengurus jenazah itu fardhu kifayah dan harus dilakukan sesegera mungkin, namun mereka lebih mendahulukan proses pemilihan khalifah, ini menunjukkan bahwa hukum mengangkat khalifah itu wajib melebihi wajibnya mengurus jenazah sekalipun itu jenazah Rasulullah SAW. Inilah ijma’ shahabat yang menjadi dalil yang tidak terbantahkan tentang wajibnya mengangkat khilafah.

2)      Ayat-ayat suci al qur’an:

Allah SWT berfirman:
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ 

“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al Ma’idah: 48)

Perhatikan juga ayat:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ 

 “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS. Al Ma’idah: 49)


Wajhud dilalah dari ayat ini jelas yaitu bahwa seruan Allah SWT terhadap Rasulullah SAW untuk memerintah manusia dengan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT itu merupakan seruan terhadap ummatnya sepanjang tidak ada dalil yang mentakhshisnya. Dalam hal ini tidak ada satu pun dalil yang mentakhshis sehingga ini merupakan perintah bagi umat Rasul SAW untuk berhukum dengan hukum Allah juga. Dengan demikian konteks ayat ini adalah perintah kepada kaum muslimin untuk mewujudkan sebuah pemerintahan setelah Rasulullah SAW yang memerintah dengan apa yang diturunkan Allah SWT. Perintah di dalam seruan ayat ini bersifat pasti (jazm). Karena topik seruannya bersifat wajib, maka ini menjadi qorinah atas kepastiannya sebagaimana yang terdapat dalam kaidah ushul. Faktanya adalah bahwa penguasa yang memerintah pasca Rasulullah SAW adalah khalifah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahannya adalah Sistem Khilafah.

 Terlebih lagi bahwa menegakkan hudud dan hukum-hukum Islam yang lain itu sebuah kewajiban, dan ini tidak dapat terlaksana tanpa adanya seorang penguasa. Kaidah ushul mengatakan maa laa yatimmul waajibu illa bihi fahuwa wajibun. Suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib. Dengan kata lain adanya seorang penguasa yang menegakkan hukum-hukum Allah SWT itu wajib. Faktanya adalah bahwa penguasa yang memenuhi kriteria ini adalah khalifah, dan sistem pemerintahannya adalah Sistem Khilafah.

3)      Dalil dari As Sunnah.
Rasulullah SAW bersabda:
رُوي عن نافع قال:قال لي عبد الله بن عمر:سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول:{من خلع يداً من طاعة لقي الله يوم القيامة لاحجة له، ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية} رواه مسلم
“Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan, maka dia pasti akan bertemu dengan Allah pada hari Kiamat tanpa hujjah, dan siapa saja yang mati, sementara di atas pundaknya tidak ada bai’at, maka dia pun mati dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Muslim)3)

Di dalam hadits ini dijelaskan bahwa kaum muslimin wajib terdapat bai’at pada pundaknya, dan mensifati orang yang meninggal sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at dengan mati jahiliyah. Faktanya, bai’at setelah wafatnya Rasulullah SAW itu hanya dilakukan kepada para khalifah bukan kepada yang lain. Jadi hadits ini menegaskan wajibnya adanya bai’at pada setiap pundak kaum muslim, yakni adanya seorang khalifah yang dengannya terwujudlah bai’at pada setiap pundak kaum muslim.

Rasulullah SAW juga bersabda:
وروى مسلم عن أبي حازم قال:قاعدت أبا هريرة خمس سنين فسمعته يُحدّث عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال:{كانت بنو إسرائيل تسوسهم الأنبياء، كلما هلك نبي خلفه نبي، وإنه لا نبي بعدي، وستكون خلفاء فتكثر، قالوا فما تأمرنا؟قال:فُوا، ببيعة الأول فالأول، وأعطوهم حقهم، فإن الله سائلهم عما استرعاهم} 
“Bani Israel itu pernah dipimpin oleh para nabi, tatkala seorang nabi telah wafat, dia pun pasti akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sementara tidak ada Nabi setelahku, dan yang ada adalah para khalifah, jumlah mereka pun banyak. Mereka bertanya: apa yang Anda perintahkan kepada kami? Beliau menjawab: Tunaikanlah bai’at yang pertama. Berikanlah kepada mereka hak mereka, karena Allah akan menanyai mereka atas apa yang digembalakannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)4)

Hadits ini menjadai bukti yang shorih bahwa pasca kepemimpinan Rasulullah SAW kaum muslimin dipimpin oleh para khalifah. Artinya, dengan demikian hadits ini berisi seruan untuk mewujudkannya. Terlebih, isi teks hadits ini memerintahkan kita kaum muslimin untuk selalu mentaati mereka (para khalifah) dan memerangi siapa pun yang ingin menentangnya. Ini sebagaimana juga  yang ditegaskan dalam hadits berikut:


روى مسلم أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: {ومن بايع إماماً فأعطاه صفقة يده، وثمرة قلبه فليطعه إن استطاع.فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر} 
“Siapa saja yang  membai’at seorang imam, lalu memberikannya dengan suka rela dan sepenuh hati,  maka hendaknya dia mentaatinya dengan sekuat tenaga; jika ada orang lain yang merebutnya, maka penggallah leher orang yang terakhir itu.” (HR. Muslim)5)

 Tegasnya adalah bahwa kita diperintahkan untuk menegakkan khalifah dan menjaga serta mempertahankan kekhilafahannya dari orang-orang yang merongrongnya. Sebab, perintah untuk mentaati khalifah adalah perintah untuk mewujudkannya. Dan perintah untuk memerangi orang-orang yang merongrongnya adalah qorinah yang jelas akan wajibnya menjaga keberlangsungan khalifah dan khilafahnya.

4)      Wajibnya menegakkan agama berarti wajibnya menegakkan khilafah
Setiap muslim tidak ada yang menyangkal bahwa mereka diperintahkan untuk menegakkan diinullah ini. Artinya mereka diperintahkan untuk menjalankan, melaksanakan, dan menerapkan semua hukum-hukum Allah yang mencakup seluruh aspek kehidupan (tidak hanya ubudiyyah mahdhoh). Yang mana perintah ini bersifat qoth’I baik dilalah maupun tsubutnya. Dan tidaklah mungkin kita bisa melaksanakan semua hukum-hukum tersebut tanpa adanya penguasa yang memiliki kekuasaan real. Kaidah syara’ mengatakan:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“apabila suatu kewajiban tidak dapat sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.”
Maka, jelaslah bahwa mengangkat seorang khalifah adalah wajib.

Semoga dengan tulisan ini, mata hati kita lebih terbuka dan mau menyambut seruan mulia ini. Wallaahu waliyyut taufiiq wa ilaihil musta’aan.

Daftar maraaji’
1). Mukhtashor at taarikh al islami li Muhammad idris Jauhari.(hal.3)
2). Hizbut tahrir, tsaqoofatuhu wa manhajuhu fi iqomati daulatil khilaafah, disertasi S2 Muhammad muhsin Rodi, hal (210-211); lihat juga Durusut Tarikhil Islami lis Syaikh Muhyiddin al Khoyyath, juz.2 (hal 3-5)
3). Shohih Muslim juz 3, hal 1478
4). Shohi Bukhori juz 3, hal. 1080; dan shohih Muslim juz 3, hal. 1471
5) Shohih Muslim juz 3, hal 1472 *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar