Rabu, 23 Februari 2011

"KHILAFAH BUKAN UTOPIA ! "


PDF Print E-mail
Wednesday, 14 September 2005
Oleh : M. Shiddiq Al Jawi
Boleh jadi ada sebagian orang yang sinis dan menyebarluaskan sikap pesimis bahwa Khilafah adalah suatu hal yang utopis, yang mustahil terwujud. Orang-orang seperti ini ragu dan meragu-ragukan orang lain perihal keberhasilan tegaknya Daulah Khilafah di era modern sekarang. Apakah Khilafah hal yang utopis? Benar, akan jadi utopis bila tidak diperjuangkan atau sekedar diomongkan saja sambil lalu. Tetapi bila diperjuangkan dengan teguh, insya Allah cita-cita itu akan tercapai juga suatu saat.
Bagi orang-orang yang yakin akan janji Allah SWT dan mampu mengabstraksikan apa yang terjadi saat ini untuk masa depan, Khilafah bukan suatu utopia, apalagi ide yang gila. Rasa optimisme ini didasarkan pada beberapa hal berikut :
Pertama, secara I'TIQODI (iman) Allah SWT berulang kali menegaskan janji-Nya bahwa kemenangan akan dapat diraih oleh orang yang menolong (agama) Allah dengan berupaya menegakkan hukum-hukum-Nya di muka bumi ini. Allah SWT memfirmankan :
“Apabila kalian menolong (agama) Allah, maka (pasti) Allah akan memberi kalian kemenangan.” (Qs. Muhammad [47]: 7).
Selain itu, Allah SWT mengabarkan bahwa Daulah Khilafah Islamiyah akan tegak lagi. Padahal Allah SWT adalah Dzat Maha Tahu, dan mustahil dusta. Di antara kabar syar’i tersebut adalah:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih (diantaranya berjuang menegakkan Islam di muka bumi) bahwa Dia sungguh pasti menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia pasti meneguhkan bagi mereka dien yang telah diridlai-Nya (Islam) untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka mereka dalam ketakutan menjadi mana sentausa, (dengan syarat) mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan siapa saja yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. An-Nuur [24]: 55).
Rasulullah SAW bersabda:
“Telah datang suatu masa kenabian atas kehendak Allah kemudian berakhir. Setelah itu akan datang masa Khilafah Rasyidah sesuai dengan jalan kenabian, atas kehendak Allah, kemudian akan berakhir. Lalu, akan datang masa kekuasaan yang terdapat di dalamnya banyak kezhaliman, atas kehendak Allah, kemudian berakhir pula. Lantas, akan datang zamannya para diktator (mulkan adludan), atas kehendak Allah, akan berakhir juga. Kemudian (terakhir), akan datang kembali masa Khilafah Rasyidah yang mengikuti jalan kenabian.” [HR. Imam Ahmad dan Al Bazzar].
Juga, dicatat sejarah bahwa shahabat pernah bertanya kepada Nabi SAW: “Ya, Rasulullah, kota manakah yang akan lebih dahulu ditundukan, Konstantinopel ataukah Roma?” Rasulullah pun menjawab: “Kota Heraklius (Konstantinopel) yang akan ditundukan terlebih dahulu.” [HR. Ahmad dan Ad Darmi].
Sejarah mencatat bahwa Konstantinopel pernah ditundukan oleh pasukan kaum muslimin tahun 1453 M. Sekarang namanya Istambul, di Turki. Sementara, Roma belum pernah ditaklukan. Jadi, Insya Allah, penaklukan Roma pun akan terjadi suatu saat nanti, bila Khilafah telah kembali!
Berdasarkan semua ini, setiap muslim yang benar-benar yakin kepada janji Allah SWT sadar betul bahwa Khilafah akan kembali. Kebanyakan orang percaya atau tidak Daulah Khilafah akan tegak kembali, dengan seizin Allah. Sebab, Allahlah yang telah mengabarkan hal ini kepada seluruh umat manusia.
Kedua, secara FAKTUAL, suatu ideologi akan mengungguli ideologi yang lain apabila ideologi tersebut makin lama makin menguat, sementara ideologi lawannya makin lama makin melemah. Pada titik di mana ideologi tersebut kuat dan ideologi lawannya pada posisi lemah, pada saat itulah ideologi tersebut mendapatkan kemenangan.
Realitas saat ini dengan jelas menunjukkan bahwa ideologi Sosialisme telah hancur. Sementara, Kapitalisme sedang banyak diprotes termasuk oleh pendukungnya sendiri. Kehancuran akibat penerapan Kapitalisme pun semakin gamblang di depan mata. Di sisi lain, tambal sulam Kapitalisme dengan Sosialisme pun terus terjadi. Semua ini meng-isyaratkan Kapitalis sedang mengalami pembusukan dan meluncur cepat menuju jurang kehancuran.
Pada saat yang sama, semangat keislaman kaum muslimin semakin jelas terlihat. Kalau dulu agak risi menampakkan keislaman, sekarang malah sebaliknya. Buku-buku Islam makin banyak digemari, pengajian dimana-mana, tuntutan penerapan Islam kian nyaring terdengar, dan para pengemban dakwah dengan gagah bermunculan di mana-mana. Di sisi lain, kekhawatiran Barat akan kebangkitan Islam semakin menggunung dan menggumpal. Tentu saja, hal ini bukan tanpa alasan. Mereka tahu fakta bangkitnya Islam dan kaum muslimin. Munculnya tuduhan-tuduhan fundamentalis, teroris, ataupun ekstremis menunjukkan ketakutan mereka akan kekuatan Islam yang makin membesar. Sebaliknya, Kapitalisme semakin keropos. Suatu ketika, insya Allah, Islam benar-benar kuat dan menang. Ini semua adalah realitas dan keniscayaan yang terus berjalan.
Ketiga, secara HISTORIS, sejarah menunjukkan bahwa perubahan yang besar seperti berkobarnya revolusi dan berdirinya negara --seperti halnya berdirinya Khilafah nanti-- bukanlah suatu hal yang utopis apalagi mustahil.
Ketika paham Komunisme tahun 1848 dicetuskan oleh Karl Marx dan Engels dengan Manifesto Komunis-nya, masyarakat menyambut dingin. Mungkin saja saat itu masyarakat mengatakan negara Komunis adalah utopis. Namun, setelah terus diupayakan dan berkobar Revolusi Bolshevik, tegaklah negara Uni Soviet tahun 1917.
Tahun 1898 saat Konferensi Zionisme di Bazel (Swiss) kaum zionis belum punya negara. Orang bisa berkata bahwa mendirikan negara Yahudi adalah suatu kemustahilan melihat konteks dan konstelasi politik internasional saat itu, di mana Khilafah Utsmaniyah masih tegak berdiri. Namun toh pada tahun 1948 Israel terlaknat berhasil mendirikan sebuah negara setelah menjarah bumi Palestina yang suci dan diberkahi.
Juga saat Indonesia dijajah Belanda, tidak terbayang kita akan dapat “merdeka”. Bagi sebagian orang, “merdeka” dari Belanda adalah utopis! Tapi realitasnya, Belanda berhasil diusir dan kemudian berdirilah apa yang disebut-sebut dengan Republik Indonesia.
Jadi, sesuatu yang dikatakan utopis oleh seseorang belum tentu memang benar utopis. Sebab, boleh jadi sikap utopisnya itu lahir dari tipisnya keimanan yang ada pada dirinya, sempitnya wawasan yang dimilikinya dalam memandang realitas sejarah dan realitas kekinian, ketakmampuannya merumuskan idealitasnya dalam konsep dan metode yang jelas, serta ketidakbecusannya dalam mewujudkan visi-visinya.[ ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar