Sabtu, 26 Februari 2011

FEBRUARY ..SPESIAL for MUHASABAH UNTUKmu,UKHTI sayang..!!

                                                                                                                        02 FEBRUARY 2011

                           SPESIAL  FOR my “AGE” in 23 YEARS OLD



“MUHASABAH sekuntum BUNGA “yang” tak BOLEH LAYU”


MUHASABAH untuk seorang wanita yang saangat rindu untuk bertemu pd ALLAH dan RASUlNya.

MUHASABAH untuk PERMATA MAHAL yang harus BERTAHAN mempertahankan KEMILAUnya di  pusaran arus KEKUFURAN

Dan MUHASABAH dari seorang YANG berMIMPI BESAR yt merindukan kembali KEJAYAAN ISLAM TEGAK di MUKA BUMI (KHILAFAH ISLAMIYAH)

Masih ada segenggam kerinduan pada diri
Kerinduan akan kebahagiaan dalam aliran air mata yang mengalir
Kerinduan akan hadirnya kesholehan yang tertancap di benak ini.
Bukan hanya julukan semata tapi juga sifat-sifat untuk menjadi wanita salihah

Namun,,,

Terkadang hati ini tak mampu terjaga
PADAHAL sesungguhnya kejadian diri ini sebagai seorang wanita itu terlalu unik
Karenanya ia telah tercipta dari Tulang Rusuk Adam yang bengkok . yang tentunya menghiasi taman-taman yang indah.

Terkadang hati ini keluar dari jalan yang tidak smestinya Lantas menjadi perhatian sang kumbang.


Oh..bidadari

Aku suka sekiranya kau seperti mawar Yang tercermin pada setiap diri mujahidah.

Rabu, 23 Februari 2011

MENYAPA PAGI, MENIPU SIANG, MENANTI SENJA, MENCURI MALAM.

                                                                          
MENYAPA PAGI

Qsapa pagi nan indah dengan RASA SYUKUR yg sangat, krn msh mampu melihat DUNIa dan niat karenaMu untuk memulai AKTIVITAS

MENIPU SIANG

QTIPU SIANG karena mata ini begitu terang dan JELAS ketika melihat KEMAKSIATAN , rentan untuk dekat pada KEMAKSIATAN dan RASA MALAS yang membuat LALAI.

MENANTI SENJA

Qnanti senja dengan mengEVALUASI apa yang telah aku lakukan seharian ini dan sebelum senja aktivitas yang bias dituntaskan bias diselesaikan.

MENCURI MALAM

Karena malam begitu special untuk mencari SUNYInya waktu bersamaMu, menangis di hadapanMu, dan Untuk memohon ampun, memohon petunjukMu

"KHILAFAH BUKAN UTOPIA ! "


PDF Print E-mail
Wednesday, 14 September 2005
Oleh : M. Shiddiq Al Jawi
Boleh jadi ada sebagian orang yang sinis dan menyebarluaskan sikap pesimis bahwa Khilafah adalah suatu hal yang utopis, yang mustahil terwujud. Orang-orang seperti ini ragu dan meragu-ragukan orang lain perihal keberhasilan tegaknya Daulah Khilafah di era modern sekarang. Apakah Khilafah hal yang utopis? Benar, akan jadi utopis bila tidak diperjuangkan atau sekedar diomongkan saja sambil lalu. Tetapi bila diperjuangkan dengan teguh, insya Allah cita-cita itu akan tercapai juga suatu saat.
Bagi orang-orang yang yakin akan janji Allah SWT dan mampu mengabstraksikan apa yang terjadi saat ini untuk masa depan, Khilafah bukan suatu utopia, apalagi ide yang gila. Rasa optimisme ini didasarkan pada beberapa hal berikut :
Pertama, secara I'TIQODI (iman) Allah SWT berulang kali menegaskan janji-Nya bahwa kemenangan akan dapat diraih oleh orang yang menolong (agama) Allah dengan berupaya menegakkan hukum-hukum-Nya di muka bumi ini. Allah SWT memfirmankan :
“Apabila kalian menolong (agama) Allah, maka (pasti) Allah akan memberi kalian kemenangan.” (Qs. Muhammad [47]: 7).
Selain itu, Allah SWT mengabarkan bahwa Daulah Khilafah Islamiyah akan tegak lagi. Padahal Allah SWT adalah Dzat Maha Tahu, dan mustahil dusta. Di antara kabar syar’i tersebut adalah:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih (diantaranya berjuang menegakkan Islam di muka bumi) bahwa Dia sungguh pasti menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia pasti meneguhkan bagi mereka dien yang telah diridlai-Nya (Islam) untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka mereka dalam ketakutan menjadi mana sentausa, (dengan syarat) mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan siapa saja yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. An-Nuur [24]: 55).
Rasulullah SAW bersabda:
“Telah datang suatu masa kenabian atas kehendak Allah kemudian berakhir. Setelah itu akan datang masa Khilafah Rasyidah sesuai dengan jalan kenabian, atas kehendak Allah, kemudian akan berakhir. Lalu, akan datang masa kekuasaan yang terdapat di dalamnya banyak kezhaliman, atas kehendak Allah, kemudian berakhir pula. Lantas, akan datang zamannya para diktator (mulkan adludan), atas kehendak Allah, akan berakhir juga. Kemudian (terakhir), akan datang kembali masa Khilafah Rasyidah yang mengikuti jalan kenabian.” [HR. Imam Ahmad dan Al Bazzar].
Juga, dicatat sejarah bahwa shahabat pernah bertanya kepada Nabi SAW: “Ya, Rasulullah, kota manakah yang akan lebih dahulu ditundukan, Konstantinopel ataukah Roma?” Rasulullah pun menjawab: “Kota Heraklius (Konstantinopel) yang akan ditundukan terlebih dahulu.” [HR. Ahmad dan Ad Darmi].
Sejarah mencatat bahwa Konstantinopel pernah ditundukan oleh pasukan kaum muslimin tahun 1453 M. Sekarang namanya Istambul, di Turki. Sementara, Roma belum pernah ditaklukan. Jadi, Insya Allah, penaklukan Roma pun akan terjadi suatu saat nanti, bila Khilafah telah kembali!
Berdasarkan semua ini, setiap muslim yang benar-benar yakin kepada janji Allah SWT sadar betul bahwa Khilafah akan kembali. Kebanyakan orang percaya atau tidak Daulah Khilafah akan tegak kembali, dengan seizin Allah. Sebab, Allahlah yang telah mengabarkan hal ini kepada seluruh umat manusia.
Kedua, secara FAKTUAL, suatu ideologi akan mengungguli ideologi yang lain apabila ideologi tersebut makin lama makin menguat, sementara ideologi lawannya makin lama makin melemah. Pada titik di mana ideologi tersebut kuat dan ideologi lawannya pada posisi lemah, pada saat itulah ideologi tersebut mendapatkan kemenangan.
Realitas saat ini dengan jelas menunjukkan bahwa ideologi Sosialisme telah hancur. Sementara, Kapitalisme sedang banyak diprotes termasuk oleh pendukungnya sendiri. Kehancuran akibat penerapan Kapitalisme pun semakin gamblang di depan mata. Di sisi lain, tambal sulam Kapitalisme dengan Sosialisme pun terus terjadi. Semua ini meng-isyaratkan Kapitalis sedang mengalami pembusukan dan meluncur cepat menuju jurang kehancuran.
Pada saat yang sama, semangat keislaman kaum muslimin semakin jelas terlihat. Kalau dulu agak risi menampakkan keislaman, sekarang malah sebaliknya. Buku-buku Islam makin banyak digemari, pengajian dimana-mana, tuntutan penerapan Islam kian nyaring terdengar, dan para pengemban dakwah dengan gagah bermunculan di mana-mana. Di sisi lain, kekhawatiran Barat akan kebangkitan Islam semakin menggunung dan menggumpal. Tentu saja, hal ini bukan tanpa alasan. Mereka tahu fakta bangkitnya Islam dan kaum muslimin. Munculnya tuduhan-tuduhan fundamentalis, teroris, ataupun ekstremis menunjukkan ketakutan mereka akan kekuatan Islam yang makin membesar. Sebaliknya, Kapitalisme semakin keropos. Suatu ketika, insya Allah, Islam benar-benar kuat dan menang. Ini semua adalah realitas dan keniscayaan yang terus berjalan.
Ketiga, secara HISTORIS, sejarah menunjukkan bahwa perubahan yang besar seperti berkobarnya revolusi dan berdirinya negara --seperti halnya berdirinya Khilafah nanti-- bukanlah suatu hal yang utopis apalagi mustahil.
Ketika paham Komunisme tahun 1848 dicetuskan oleh Karl Marx dan Engels dengan Manifesto Komunis-nya, masyarakat menyambut dingin. Mungkin saja saat itu masyarakat mengatakan negara Komunis adalah utopis. Namun, setelah terus diupayakan dan berkobar Revolusi Bolshevik, tegaklah negara Uni Soviet tahun 1917.
Tahun 1898 saat Konferensi Zionisme di Bazel (Swiss) kaum zionis belum punya negara. Orang bisa berkata bahwa mendirikan negara Yahudi adalah suatu kemustahilan melihat konteks dan konstelasi politik internasional saat itu, di mana Khilafah Utsmaniyah masih tegak berdiri. Namun toh pada tahun 1948 Israel terlaknat berhasil mendirikan sebuah negara setelah menjarah bumi Palestina yang suci dan diberkahi.
Juga saat Indonesia dijajah Belanda, tidak terbayang kita akan dapat “merdeka”. Bagi sebagian orang, “merdeka” dari Belanda adalah utopis! Tapi realitasnya, Belanda berhasil diusir dan kemudian berdirilah apa yang disebut-sebut dengan Republik Indonesia.
Jadi, sesuatu yang dikatakan utopis oleh seseorang belum tentu memang benar utopis. Sebab, boleh jadi sikap utopisnya itu lahir dari tipisnya keimanan yang ada pada dirinya, sempitnya wawasan yang dimilikinya dalam memandang realitas sejarah dan realitas kekinian, ketakmampuannya merumuskan idealitasnya dalam konsep dan metode yang jelas, serta ketidakbecusannya dalam mewujudkan visi-visinya.[ ]

"KEWAJIBAN MENEGAKKAN KHILAFAH"


Pada dasarnya, para ulama empat mazhab tidak pernah berselisih pendapat mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang bertugas melakukan tugas ri’âyah suûn al-ummah (pengaturan urusan umat).
Imam al-Qurthubi, seorang ulama besar dari mazhab Maliki, ketika menjelaskan tafsir surah al-Baqarah ayat 30, menyatakan, “Ayat ini merupakan dalil paling asal mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan hukum-hukum khalifah. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham (Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).
Al-’Allamah Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii, mengatakan, “Para imam mazhab telah bersepakat, bahwa kaum Muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, XII/205).



Ulama lain dari mazhab Syafii, Imam al-Mawardi, juga menyatakan, “Menegakkan Imamah (Khilafah) di tengah-tengah umat merupakan kewajiban yang didasarkan pada Ijmak Sahabat. (Imam al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 5).

Imam ‘Alauddin al-Kasani, ulama besar dari mazhab Hanafi pun menyatakan, “Sesungguhnya mengangkat imam agung (khalifah) adalah fardhu. Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlul haq mengenai masalah ini. Penyelisihan oleh sebagian kelompok Qadariah mengenai masalah ini sama sekali tidak bernilai karena persoalan ini telah ditetapkan berdasarkan Ijmak Sahabat, juga karena kebutuhan umat Islam terhadap imam yang agung tersebut; demi keterikatan dengan hukum; untuk menyelamatkan orang yang dizalimi dari orang yang zalim; untuk memutuskan perselisihan yang menjadi sumber kerusakan dan kemaslahatan-kemaslahatan lain yang tidak akan terwujud kecuali dengan adanya imam.” (Imam al-Kassani, Badâ’i ash-Shanai’ fî Tartîb asy-Syarâi’, XIV/406).

Imam Umar bin Ali bin Adil al-Hanbali, ulama mazhab Hanbali, juga menyatakan, “Ayat ini (QS al-Baqarah [2]: 30) adalah dalil atas kewajiban mengangkat imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati untuk menyatukan pendapat serta untuk melaksanakan hukum-hukum tentang khalifah. Tidak ada perbedaan tentang kewajiban tersebut di kalangan para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham dan orang yang mengikutinya.” (Imam Umar bin Ali bin Adil, Tafsîr al-Lubâb fî ‘Ulûm al-Kitâb, 1/204).

Imam Ahmad bin Hanbal dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Muhammad bin ‘Auf bin Sufyan al-Hamashi, menyatakan, “Fitnah akan muncul jika tidak ada imam (khalifah) yang mengatur urusan manusia.” (Abu Ya’la al-Farra’i, Al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm.19).
Imam Abu Muhammad Ali bin Hazm al-Andalusi azh-Zhahiri dari mazhab Zhahiri menyatakan, “Para ulama sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu dan keberadaan seorang imam itu merupakan suatu keharusan, kecuali an-Najdat. Pendapat mereka benar-benar telah menyalahi Ijmak dan pembahasan mengenai mereka telah dijelaskan sebelumnya. Para ulama sepakat bahwa tidak boleh ada dua imam (khalifah) bagi kaum Muslim pada satu waktu di seluruh dunia baik mereka sepakat atau tidak, baik mereka berada di satu tempat atau di dua tempat.” (Imam Ibn Hazm, Marâtib al-Ijmâ’, 1/124).

Di tempat lain, Imam Ibnu Hazm mengatakan, “Mayoritas Ahlus-Sunnah, Murjiah, Syiah dan Khawarij bersepakat mengenai kewajiban menegakkan Imamah (Khilafah). Mereka juga bersepakat, bahwa umat Islam wajib menaati Imam/Khalifah yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka dan memimpin mereka dengan hukum-hukum syariah yang dibawa Rasulullah saw.” (Ibnu Hazm, Al-Fashl fî al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal, IV/87).

Taqarrub kepada Allah yang Paling Agung
Upaya menegakkan Khilafah Islamiyah termasuk aktivitas taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang paling agung. Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Yang wajib adalah menjadikan kepemimpinan (imârah) sebagai bagian dari agama dan sarana untuk bertaqarrub kepada Allah. Taqarrub kepada Allah dalam hal imârah (kepemimpinan) yang dilakukan dengan cara menaati Allah dan Rasul-Nya adalah bagian dari taqarrub yang paling utama.” (Imam Ibnu Taimiyah, As-Siyâsah asy-Syar’iyyah, hlm. 161).

Al-’Allamah Ibnu Hajar al-Haitami juga menyatakan, “Ketahuilah juga bahwa para Sahabat ra. seluruhnya telah berijmak bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya masa kenabian adalah wajib. Bahkan mereka telah menjadikan kewajiban ini sebagai kewajiban yang paling penting. Buktinya, para Sahabat lebih menyibukkan diri dengan perkara ini dibandingkan dengan mengurusi jenazah Rasulullah saw. Perselisihan mereka dalam hal penentuan (siapa yang berhak menjadi imam) tidaklah merusak ijmak yang telah disebutkan tadi.” (Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, 1/25).

Tegaknya Khilafah: Janji Allah
Ulama empat mazhab juga telah menyatakan bahwa tegaknya Khilafah Islamiyah adalah janji Allah SWT kepada orang-orang Mukmin. Pasalnya, al-Quran telah menyebutkan janji ini (tegaknya kekhilafahan Islam) dengan jelas dan gamblang. Allah SWT berfirman;

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa (QS an-Nur [24]: 55).

Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat di atas, menyatakan, “Inilah janji dari Allah SWT kepada Rasulullah saw., bahwa Allah SWT akan menjadikan umat Nabi Muhammad saw. sebagai khulafâ’ al-ardh; yakni pemimpin dan pelindung manusia. Dengan merekalah (para khalifah) akan terjadi perbaikan negeri dan seluruh hamba Allah akan tunduk kepada mereka.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, VI/77).

Imam ath-Thabari juga menyatakan, “Sungguh, Allah akan mewariskan bumi kaum musyrik dari kalangan Arab dan non-Arab kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih. Sungguh pula, Allah akan menjadikan mereka sebagai penguasa dan pengaturnya.” (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, XI/208).

Janji agung ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang yang beriman dan beramal salih pada generasi Sahabat belaka, namun berlaku juga sepanjang masa bagi orang-orang Mukmin yang beramal salih. Imam asy-Syaukani berkata, “Inilah janji dari Allah SWT kepada orang yang beriman kepada-Nya dan melaksanakan amal salih tentang Kekhilafahan bagi mereka di muka bumi, sebagaimana Allah pernah mengangkat sebagai penguasa orang-orang sebelum mereka. Inilah janji yang berlaku umum bagi seluruh generasi umat. Ada yang menyatakan bahwa janji ini hanya berlaku bagi Sahabat saja. Sesungguhnya, pendapat semacam ini tidak memiliki dasar sama sekali. Alasannya, iman dan amal salih tidak hanya khusus ada pada Sahabat saja, namun bisa saja dipenuhi oleh setiap generasi dari umat ini.” (Imam asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/241).

Dari uraian para ulama di atas dapat disimpulkan bahwa tegaknya Khilafah Islamiyah adalah janji Allah SWT. Ini berarti bahwa Khilafah Islamiyah pasti akan ditegakkan atas izin Allah SWT. Seorang Muslim wajib mengimani bahwa Khilafah Islamiyah pasti akan tegak kembali. Seorang Muslim tidak diperkenankan sama sekali menyatakan bahwa perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah adalah perjuangan utopis, khayalan, mustahil, romantisme sejarah dan lain sebagainya. Pernyataan-pernyataan semacam itu merupakan bentuk pengingkaran dan peraguan terhadap janji Allah SWT. Siapa saja yang mengingkari dan meragukan janji Allah maka akidahnya telah rusak dan binasa. Al-Quran telah menyatakan dengan jelas, bahwa janji Allah SWT pasti ditunaikan:

السَّمَاءُ مُنْفَطِرٌ بِهِ كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُولا

Langit pun menjadi pecah-belah pada hari itu karena Allah. Janji Allah pasti terlaksana (QS al-Muzammil [73]: 18).

لا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٦)

Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS ar-Rum [30]: 6).

Lalu mengapa kita tidak bersegera melibatkan diri dalam perjuangan yang penuh keagungan dan keberkahan ini?

Benar, perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah merupakan perjuangan penuh keagungan dan keberkahan. Pasalnya, ini adalah perjuangan yang direstui, yang dinyatakan oleh para ulama mu’tabar, dan dinaungi oleh janji Allah SWT, dan keberhasilannya menjadi sebab tegaknya hukum-hukum Allah SWT secara syâmil, kâmil dan mutakâmil. Wallâh al-Muwaffiq ilâ Aqwam ath-Thâriq.[www.hizbut-tahrir.or.id]

Senin, 21 Februari 2011

Moussa: Ketakutan Barat Akan Berdirinya Negara Islam di Mesir Tidak Beralasan




Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa mengungkapkan keyakinannya bahwa tidak ada alasan bagi Barat untuk takut akan berdirnya negara Islam di Mesir.
Moussa berkata: “Ketakutan ini sungguh sangat tidak berdasar. Saya sadar akan dilema yang dihadapi oleh Barat. Kemudian itulah yang menimbulkan kekhawatiran sehingga  beberapa intelektual dan politisi bersedia untuk mengorbankan prinsip demokrasi dengan alasan ketakutan mereka terhadap agama.”
Moussa menambahkan dengan mengomentari pendapat para politisi tersebut “bahwa analisis mereka salah, dan ini merupakan kebijakan populer.”
Ia melanjutkan “Ikhwanul Muslimin tidak memimpin demonstrasi dan mereka tidak melakukannya hari ini. Dan mereka hanya berpartisipasi saja.”
Ia menilai berbagai aksi protes yang terus-menerus di Mesir sebagai “Revolusi kaum muda dan kelas menengah. Dan jika ini berhasil, maka pesan yang akan disampaikan pada negara-negara Arab dan negara-negara di seluruh dunia adalah sangat kuat karena tidak terkait dengan agama atau kelompok agama tertentu. Lihatlah para peserta demonstran, di antara mereka adalah kaum Muslim dan Kristen.”
Ia mencatat bahwa demonstrasi yang berlangsung setiap harinya “Tidak ada hubungannya dengan kelompok manapun, apakah itu Ikhwanul Muslim atau lainnya.”
Moussa menambahkan, “Ada contoh lain, yaitu ketika pasukan keamanan menarik diri dari jalanan, belum ada gereja yang terdapat di pusat kota yang diserang dan dirusak, sekalipun tidak ada polisi yang menjaganya. Begitu juga tidak ada satupun yang dilempari dengan batu, atau kejadian lainnya.”
Moussa juga menyatakan keyakinannya bahwa “Pemberontakan rakyat yang terjadi di Mesir tidak akan pernah surut.” Ia menambahkan bahwa setiap hari berdatangan kelompok-kelompok baru dari masyarakat untuk menuntut perubahan. Dalam hal ini ia berdalih dengan aksi demonstrasi yang terus berlanjut di alun-alun Tahrir.
Moussa tidak mengingkari bahwa ia akan mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu mendatang yang akan berlangsung pada bulan September tahun ini (bbc.co.uk, 9/2/2011).